Pelecehan Seksual: Masihkah Kita Abai?

Oleh Dinar Wulandari

“Salah satu perjuangan Komnas Perempuan untuk melindungi para perempuan Indonesia adalah dengan memperjuangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Akan tetapi dalam perjalanannya, ternyata tidak sedikit pihak-pihak yang tidak mendukung disahkannya RUU PKS ini.”

Pada Selasa, 30 April 2019, bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) HMP UGM menyelenggarakan kegiatan sharing session yang merupakan salah satu kegiatan dari program kerja Aksi Cinta Anak dan Perempuan. Sharing session kali ini membahas isu-isu perempuan mengenai “Pelecehan Seksual: Masihkah Kita Abai?” dengan pembicara Bapak Sisparyadi, S.Sos dari Pusat Studi Wanita UGM.

Kekerasan seksual masih marak terjadi di Indonesia. Menurut data dari Komnas Perempuan (2018), kekerasan seksual menempati urutan kedua kasus kekerasan terbanyak setelah kasus kekerasan fisik, yakni sebanyak 2.979 kasus. Jumlah kasus tersebut belum termasuk kasus-kasus di lapangan yang belum terlaporkan. Kekerasan seksual memiliki beragam bentuk, diantaranya: (a) perkosaan; (b) perdagangan perempuan untuk tujuan seksual; (c) pelecehan seksual; (d) penyiksaan seksual; (e) eksploitasi seksual; (f) perbudakan seksual; (g) intimidasi/serangan bernuansa seksual, termasuk ancaman/percobaan perkosaan; (h) kontrol seksual, termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama; (i) pemaksaan aborsi; (j) penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual; (k) pemaksaan perkawinan, termasuk kawin paksa dan kawin gantung; (l) prostitusi paksa; (m) pemaksaan kehamilan; (n) praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan.

Hingga saat ini belum ada undang-undang yang mengatur secara menyeluruh mengenai penegakan hukum bagi beragam jenis kasus kekerasan seksual. Undang-Undang Perlindungan Anak hanya mengatur mengenai eksploitasi seksual dan persetubuhan yang dilakukan terhadap anak, sedangkan KUHP hanya mengatur mengenai kasus perkosaan. Padahal, kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa pun di segala kelompok usia, oleh siapa pun dan dimana pun. Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) disusun guna memberikan intervensi secara menyeluruh terhadap beragam jenis kasus tersebut, baik dari aspek korban maupun pelaku. Namun, masih terdapat pro dan kontra dari masyarakat mengenai adanya RUU-PKS, yang menyebabkan lambatnya pembahasan dan pengesahan RUU-PKS.

Perlu disadari bahwa menurunnya angka kekerasan terletak di antara keseimbangan antara undang-undang dan edukasi terhadap masyarakat. Pencegahan terhadap kasus kekerasan seksual dapat dimulai dengan melakukan pencegahan kekerasan berbasis gender. Kekerasan berbasis gender merupakan cikal bakal dari terjadinya kekerasan seksual. Kekerasan berbasis gender adalah segala bentuk kekerasan yang memiliki atensi ketimpangan antara salah satu gender baik dalam rangka merendahkan, memarginalkan, isolasi dan lain sebagainya. Sedangkan kekerasan seksual adalah kekerasan berbasis gender dengan catatan memiliki atensi relasi antara dua gender yaitu laki-laki dan perempuan.

Pencegahan terhadap kekerasan berbasis gender dimulai dengan merubah pola pikir masyarakat mengenai konsep gender. Berikut konsep-konsep yang perlu ditanamkan:

  1. Norma yang ada di masyarakat untuk tidak membeda bedakan sesuatu berdasarkan gender.
  2. Kecakapan mengenai pengetahuan seksual dan lain sebagainya.
  3. Edukasi bagaimana menghindari kekerasan seksual.
  4. Edukasi sikap baik perempuan maupun lelaki terhadap lawan jenis dimulai sejak anak anak.
  5. Edukasi masyarakat agar masyarakat memiliki sifat responsif terhadap kekerasan yang terjadi di masyarakat.

Dari hasil pemaparan dan diskusi diperoleh kesimpulan bahwa intervensi sebaiknya tidak hanya berfokus kepada pelaku, tetapi juga upaya pemulihan kondisi psikologis korban. Selain itu, seluruh elemen masyarakat diharapkan menanamkan budaya pro kesetaraan gender, sehingga tidak terjadi ketimpangan gender yang berisiko menyebabkan pelecehan seksual.

Kekerasan seksual, kasus dimana korban yang harus menanggung malu, bukan pelaku“
Dinar W

 

 

Accessibility Toolbar