Oleh Amalina Nur Arifah | @amalinaf
Stigma negatif bahwa perempuan dengan kodrat sebagai makhluk lemah kian lama semakin terkikis. Berbicara mengenai kartini masa kini erat kaitannya dengan masalah emansipasi yang sudah digaungkan sejak masa R.A Kartini. Tak sekedar peningkatan dalam aspek pendidikan, tetapi juga aspek lainnya seperti kesehatan dan pekerjaan. Dengan adanya peningkatan dari segi banyak aspek tersebut, wanita dapat melakukan banyak hal untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, hingga negara.
Ketangguhan dan kehebatan tersebut terefleksikan pada perempuan-perempuan tangguh yang mendapatkan banyak gelar pada bidang pendidikan, pekerjaan yang membutuhkan skill tinggi serta jabatan yang potensial pada pemerintahan. Contohnya seperti Ida Fiqriah seorang pilot penerbangan Garuda Indonesia yang juga dinobatkan sebagai kapten pilot perempuan pertama Garuda Indonesia, Sri Mulyani Menteri Keuangan RI yang juga berhasil memperoleh penghargaan sebagai Menteri Terbaik Dunia dalam ajang World Government Summit di Dubai.
Kiprah gemilang yang ditorehkan perempuan nyatanya tidak juga berhasil menghilangkan kesenjangan gender yang masih menjadi topik yang selalu diperdebatkan di banyak negara. Pengaruh dari adanya konservatisme dalam perundang-undangan masih mengabaikan hak-hak perempuan. Menurut survei Women’s Health and Life Experiences pada 2016, tercatat sebesar 51% besaran perempuan mengalami diskriminasi di lapangan kerja. Di Indonesia sendiri persentase keterlibatan perempuan di pasar tenaga kerja masih di bawah rata-rata pria sebesar 80%. Rendahnya partisipasi perempuan disebabkan oleh adanya pernikahan, memiliki anak, pendidikan yang rendah, dan perubahan struktur ekonomi di pedesaan yang ditandai dengan melemahnya sektor pertanian sebagai dampak migrasi dari desa ke kota.
Banyak anggapan muncul apabila perempuan bekerja akan terjadi ketimpangan dalam sebuah keluarga. Perempuan yang bekerja dianggap tidak mampu membagi waktu antara keluarga dan karir. Selain ditinjau dari segi keluarga, beberapa pihak juga menyangsikan pekerjaan perempuan dengan berbagai alasan. Padahal banyak perempuan hebat dan tangguh yang dapat menyetarakan standar pekerjaan dengan laki-laki. Laki-laki dan perempuan pada dasarnya sama saja, sama-sama ingin membangun kehidupan yang lebih baik. Perempuan memiliki hak yang sama dan setara dengan laki-laki, tidak ada pengecualian dan tidak terdapat batasan.
Sosok perempuan yang diidentitaskan sebagai penyanyang, pendidik, dan pengatur mampu menjadi andil besar dalam keberhasilan dan kemajuan dalam kehidupan keluarga maupun bernegara. Peran kebijakan dalam mencapai kesetaraan dan keadilan gender menjadi sangat penting. Kebijakan menjadi salah satu alat koreksi yang dapat digunakan oleh negara untuk mengurangi kesenjangan gender yang ada di berbagai aspek pembangunan.
“You’re the reason who make the world beautiful and strong, you’re women”
-Dewi Fatmasari Edy-
Referensi :
Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender (IKKG) dan Indikator Kelembagaan Pengarusutamaan Gender (IKPUG): Kajian Awal. 2012. Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak. BAPPENAS.
–International Women’s Day 2019–
Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A)
Himpunan Mahasiswa Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada
2019