Arsip:

HMP UGM

Pelantikan Pengurus Himpunan Mahasiswa Pascasarjana UGM 2024

/*! elementor - v3.15.0 - 20-08-2023 */ .elementor-widget-text-editor.elementor-drop-cap-view-stacked .elementor-drop-cap{background-color:#69727d;color:#fff}.elementor-widget-text-editor.elementor-drop-cap-view-framed .elementor-drop-cap{color:#69727d;border:3px solid;background-color:transparent}.elementor-widget-text-editor:not(.elementor-drop-cap-view-default) .elementor-drop-cap{margin-top:8px}.elementor-widget-text-editor:not(.elementor-drop-cap-view-default) .elementor-drop-cap-letter{width:1em;height:1em}.elementor-widget-text-editor .elementor-drop-cap{float:left;text-align:center;line-height:1;font-size:50px}.elementor-widget-text-editor .elementor-drop-cap-letter{display:inline-block}

Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) Universitas Gadjah Mada (UGM) telah sukses melaksanakan kegiatan pelantikan pengurus HMP UGM 2024 Kabinet Harmoni. Kegiatan ini mengusung tema “Membangun Sinergitas Pengurus HMP UGM Demi Tercapainya Harmonisasi Antar Lembaga”.

Pelantikan dilaksanakan pada Senin (17/2) lalu di Auditorium Lantai 5, Gedung Pascasarjana UGM. Ketua terpilih beserta jajaran pengurus HMP UGM lainnya dilantik oleh Direktorat Kemahasiswaan UGM yang diwakili oleh Ibu Desi Yulianti, S.E., M.Acc. Proses serah terima jabatan dilakukan secara simbolis dilakukan dari Al Firqan Anshari, S.K.M selaku ketua umum HMP UGM 2023 sebelumnya kepada apt. Muhammad Erick Mutaqin, S.Farm selaku ketua umum terpilih HMP UGM 2024. Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi perjalanan organisasi untuk menandai kepengurusan HMP UGM yang baru. read more

Kajian Kastrat #1: Indonesia dalam konstelasi politik internasional

Konstelasi politik internasional didefinisikan sebagai sebuah bentuk bangunan politik atau keadaan perkembangan kehidupan politik dunia. Konstelasi politik internasional tidak lepas dari pengaruh Blok Barat dan Blok Timur dimana ciri-ciri Blok Barat menganut faham liberalis-kapitalis, sedangkan Blok Timur menganut faham sosialis-komunis. Sejak berakhirnya Perang Dingin, terdapat dua isu global yang menentukan dalam konteks hegemoni merupakan determinan eksternal dari kebijakan luar negeri masing-masing negara, yaitu siapa yang akan menggeser posisi dominan AS sebagai negara adikuasa berdasarkan teori “long-cycle”. China adalah contender yang paling mungkin karena negara ini memenuhi seluruh persyaratan kuantitatif dan kualitatif untuk menjadi sebuah hegemoni yang baru. China yang saat ini menerapkan jurus crouching tiger dan perfeksi dari Art of War yang dikembangkan oleh Sun Tzu dengan seksama menghindari konflik terbuka dengan AS. Untuk menjinakkan China, AS tentu tidak ingin Indonesia sebagai salah satu kawan tradisionalnya di Asia Tenggara menjadi weakest link dari kompleks pertahanan yang menopang hegemoni AS di Asia Pasifik itu, atau terpental ke dalam dalam orbit China.

Dalam hal ini, dimanakah Indonesia berdiri? Indonesia menyadari bahwa dirinya ialah bagian konstelasi global dengan segala dinamikanya. Lebih jauh, frasa ‘ikut melaksanakan ketertiban dunia’ itu sebenarnya menyiratkan bahwa RI harus menyadari posisinya dalam konstelasi dunia, baik dalam konsepsi ruang, konsepsi frontier (batas imajiner dari dua negara), konsepsi kekuatan politik, dan konsepsi keamanan negara. Indonesia menyadari bahwa dirinya ialah bagian konstelasi global dengan segala dinamikanya. Lebih jauh, frasa ‘ikut melaksanakan ketertiban dunia’ itu sebenarnya menyiratkan bahwa RI harus menyadari posisinya dalam konstelasi dunia, baik dalam konsepsi ruang, konsepsi frontier (batas imajiner dari dua negara), konsepsi kekuatan politik, dan konsepsi keamanan negara. Bebas artinya kita bebas menentukan sikap dan pandangan kita terhadap masalah-masalah internasional dan terlepas dari ikatan kekuatan-kekuatan raksasa dunia secara ideologis bertentangan (Timur dengan komunisnya dan Barat dengan liberalnya). Sedangkan Aktif artinya Indonesia dalam politik luar negeri senantiasa aktif memperjuangkan terbinanya perdamaian dunia. Aktif memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan, aktif memperjuangkan ketertiban dunia, dan aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial dunia.
Landasan politik bebas aktif luar negeri Indonesia terdiri dari 3, yakni landasan idiil, structural, dan operasional. Landasan idiil terdiri dari Pancasila, landasan structural terdiri dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang tercantum dalam Pasal 11 dan 13, sedangkan landasan operasional merupakan penjabaran dari landasan idiil dan structural, yakni terdapat pada GBHN, Ketetapan MPR, Undang-Undang, dan Keputusan Presiden.

Di komunitas Internasional, satu-satunya kehormatan Indonesia terletak pada perannya yang besar terhadap inisiatif dan penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung. Deklarasi Asia Afrika atau lebih dikenal Dasa Sila Bandung. Hal ini dipicu karena kesegaraman pemikiran diantara Negara-negara berkembang di wilayah Asia dan Afrika bahwa model pembangunan negara-negara Asia Afrika yang pada tahun-tahun berikutnya dinilai lebih banyak mengadopsi neoliberalisme yang bertumpu diatas eksploitasi sumber daya tanpa batas. Negara berkembang harus melawan dengan optimalisasi keragaman ideologi, politik, budaya, dan ekonomi sehingga menjadikannya sebagai sumber bagi kemakmuran. Revalisasi dokumen Dasasila Bandung harus dijadikan momentum kebangkitan dan mengimplementasikannya dalam berbagai model pembangunan alternatif di negara-negara Asia Afrika. Dasasila Bandung harus menjadi world heritage humanity.

Indonesia memiliki posisi strategis yang cukup netral untuk bermain di antara kubu AS dan kubu China. Proyek pembangunan infrastruktur yang sedang gencar-gencarnya dilakukan sekarang mayoritas merupakan investasi dari China, sedangkan pendiktean AS terhadap Indonesia juga juga sangat dominan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan tambang asal AS yang berinvestasi di Indonesia, seperti Exxon Mobil, dan Chevron serta beberapa Undang-Undang (UU No. 22/2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi serta UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air) yang pembuatannya dibiayai oleh USAID dan World Bank. Selain itu, Indonesia sebagai salah satu Negara dengan populasi penduduk Muslim terbanyak di dunia juga punya bargaining position yang cukup menguntungkan terkait dengan perjanjian-perjanjian antara Negara-negara Islam di dunia meskipun hanya sebatas memberikan rekomendasi.

Indonesia perlu memahami politik Internasional yang meliputi gejala, isu dan dinamikanya dari sudut pandang yang lebih variatif agar tidak terjebak ke dalam Blok Barat maupun Blok Timur. Pendekatan alternatif sangat memungkinkan munculnya analisis baru yang lebih menyegarkan dan bisa membangun konstruksi yang lebih menawarkan solusi bagi pembuatan kebijakan di tingkat negara atau aktor politik Internasional yang lain.
Kesadaran penuh terkait posisi suatu Negara dalam konstelasi dan politik internasional sangat penting untuk dimiliki, agar sebuah Negara lebih memiliki ketahanan Negara yang mantap dan memiliki power untuk mempengaruhi Negara lain. Dan yang tidak boleh dilupakan oleh sebuah Negara untuk dapat mempengaruhi Negara lain dibutuhkan sebuah ideologi yang bersifat independen, paripurna (menyeluruh dalam segala aspek aturan kehidupan) dan juga dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata, bukan hanya sebuah angan-angan belaka tanpa sebuah aplikasi. Ideologi tersebut mampu diterapkan dan disebarkan ke seluruh dunia, dan yang terpenting ideologi tersebut haruslah sebuah ideologi yang benar yang jika diterapkan akan mampu menciptakan kemaslahatan bagi keseluruhan masyarakat dunia.

Bidang Kajian Strategis
Himpunan Mahasiswa Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada
2019

Kontribusi Perempuan dalam Membentuk Generasi Berbudaya

Keberadaan perempuan dan eksistensinya hampir selalu menjadi isu di era modern. Beberapa isu yang diangkat seringkali menjadikan kehadiran perempuan mendapat diskriminasi dalam suatu budaya tertentu, padahal perjalanan perjuangan bangsa Indonesia tidak lepas dari eksistensi kaum perempuan yang juga turut berpartisipasi dan memberikan sumbangan dalam membentuk bangsa yang berdaulat. Keterlibatan perempuan pada sejumlah posisi penting dalam negara ikut memberi keragaman model kepemimpinan. Disamping sebagai pemimpin dalam satu kelompok, mereka juga ikut dalam perlemen sebagai perwakilan perempuan dalam perencanaan pembangunan bangsa. Bangsa Indonesia memiliki budaya yang sangat mengapresiasikan perempuan, sehingga dapat menjadi poros yang seimbang dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi.

Berangkat dari kesadaran tersebut,  Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (HMP UGM) Bidang Agama dan Budaya (Maya) serta Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) mengadakan seminar Nasional Perempuan Dan Budaya dengan tema Kontribusi Perempuan Dalam Membentuk Generasi
Berbudaya. Seminar ini dilaksanakan pada Sabtu, 20 Oktober 2018 di Gedung Poerbatjaraka Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.

Kegiatan seminar dalam bentuk talkshow panel ini dihadiri oleh kurang lebih 200 peserta. Hadir sebagai narasumber adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Dip. Apling, M.A yang diwakili oleh Asisten Deputi Bidang Partisipasi lembaga Profesi dan Dunia Usaha Kementrian PPPA, Sri Prihatini Lestari , Kepala BMKG Prof. Dwikorita Karnawati, M.Sc,, Ph.D, dan Wakil Ketua Komnas Perempuan, Dr. Budi Wahyuni, MM., MA.

Dalam seminar tersebut, Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Dip. Apling, M.A lewat pidatonya yang disampaikan oleh Asisten Deputi Bidang Partisipasi lembaga Profesi dan
Dunia Usaha Kementrian PPPA, Sri Prihatini Lestari mengkoreksi pandangan masyarakat secara umum tentang paham feminisme dan merekonstruksi maskulinitas. Kajian menarik lain dari Prof. Dwikorita Karnawati, M.Sc,, Ph.D membahas tentang kiprah perempuan dalam membangun peradaban bangsa. Sementara itu, Dr. Budi Wahyuni, MM., MA mendiskusikan tentang Peran Perempuan di Era Post-Modern seperti membahas kondisi perempuan Indonesia dengan pergeseran tradisi dan budaya yang cenderung mengkerdilkan perempuan serta bagaimana peran negara di dalamnya.

Tujuan dari pelaksanaan seminar ini menurut panitia dari Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) adalah untuk meningkatkan kesadaran perempuan ditengah tantangan
budaya global dan modernisasi. Harapannya, kajian dalam seminar ini tidak hanya dapat menginspirasi perempuan dalam mengaktualisasikan potensi diri di era post-modernisasi namun juga mampu menjalankan peran-perannya sebagaimana yang difitrahkan Tuhan Yang Maha Esa.

12 Tahun HMP UGM Berkarya, Soroti Hak-hak Anak

12 Tahun HMP UGM Berkarya, Soroti Hak-hak Anak

Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) Universitas Gadjah Mada lahir pada 22 Juli 2006, kini genap berusia 12 tahun. HMP UGM yang dipimpin Zaidan Zikri Malem melakukan syukuran potong tumpeng dan bermain bersama anak-anak di kampung Mrican, Giwangan, Umbulharjo, Yogyakarta.

Sejak Februari 2018, kampung Mrican telah dijadikan sebagai desa binaan HMP UGM. Besar harapan agar HMP UGM mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui kegiatan yang bermanfaat sebagaimana nama kabinetnya, yaitu kabinet kontribusi. Tidak hanya pada anak-anak, kegiatan yang telah dilakukan lainnya yaitu memberikan penyuluhan terkait kesehatan kepada ibu-ibu dan remaja di kampung Mrican.

Hari lahir HMP UGM yang berdekatan dengan Hari Anak Nasional (23 Juli) menjadikan momen yang tepat dilakukan bersama anak-anak. Sebelumnya, HMP UGM telah menyoroti hak-hak anak yang kurang diperhatikan, salah satunya yaitu hak anak untuk memanfaatkan waktu luang, yang tertuang dalam UU Nomor 35 tahun 2014.

Selama ini, anak-anak cenderung menghabiskan waktu luang bersama gadget. Angka kecanduan anak-anak dalam menggunakan gadget terus meningkat. Padahal penggunaan gadget yang berlebihan memiliki banyak dampak negatif pada perkembangan anak, terlebih jika tanpa pemantauan orang dewasa.

Dilansir dari cnnindonesia.com bahwa 72% anak-anak usia dibawah 8 tahun sudah menggunakan perangkat mobile seperti smartphone, sementara anak di bawah 2 tahun lebih suka menggunakan tablet, kebanyakan orangtua menyatakan bahwa anak usia di bawah 1 tahun menggunakan gadget untuk menonton video dan bermain game. Semakin meningkatnya angka anak-anak menghabiskan waktu luang dengan gadget memiliki dampak negatif bagi tumbuh kembangnya. Oleh karena itu HMP UGM berharap dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan mampu mengurangi kecanduan gadget pada anak-anak.

Sebelumnya, selama anak-anak libur sekolah, HMP UGM bersama ibu-ibu di kampung Mrican membuat kegiatan yang melibatkan keaktifan motorik, interaksi, bahasa, dan kognitif anak-anak. Kegiatan yang berlangsung selama libur sekolah yaitu membuat kreasi dengan origami, membuat bunga dan mobil-mobilan dari barang bekas, serta membuat kue bolu oreo. Kegiatan tersebut berlangsung di serambi masjid dan balai desa sekitar 2 jam, dengan 3 kali pertemuan dan dihadiri sekitar 50 anak-anak.

Semua anak-anak tampak ceria selama kegiatan dan menyatakan senang bermain bersama kakak-kakak UGM karena menghasilkan karya buatan sendiri. Sebenarnya kegiatan bermain bersama anak-anak ini telah rutin dilakukan HMP UGM. Namun belum pernah seramai ini, momen libur sekolah memberikan pengaruh besar dalam meningkatkan antusias anak-anak. Selain itu ibu-ibu juga menyarankan agar anak-anaknya hadir dalam kegiatan yang diselenggarakan HMP UGM.

Koordinator kegiatan, Wahyu Dwi Fatimah berharap adik-adik ini bisa menjadi generasi penerus bangsa yang penuh karya dan kreativitas, dengan tidak melupakan dunia mereka sebagai anak-anak yaitu untuk bermain dan berkumpul bersama teman-temannya tanpa dominasi gadget. Tema Hari Anak Nasional pada tahun 2018 yang diusulkan oleh KPPA adalah GENIUS, singkatan dari Gesit-Empati-Berani-Unggul-Sehat, menjadi panduan bagi HMP UGM untuk bersinergi dalam merencanakan kegiatan anak-anak ke depannya.

Oleh Nurhannifah Rizky Tampubolon, Ketua Departemen Perlindungan Anak Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)

Referensi:

  • cnnindonesia.com
  • Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Hari Tanpa Tembakau Sedunia : Ramadhan, Titik Pangkal Berhenti Merokok

Tanggal 31 Mei merupakan tanggal yang ditetapkan untuk memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Peringatan tersebut bermaksud untuk mengajak para perokok untuk tidak merokok selama 24 jam secara serentak di seluruh dunia. Lebih lanjut, Hari Tanpa Tembakau Sedunia bertujuan untuk menarik perhatian dunia terkait menyebarluasnya kebiasaan merokok serta dampak buruk yang ditimbulkan khususnya terhadap kesehatan.

Merokok seakan telah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia, hal tersebut terlihat dari penyebaran perokok yang meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia dari berbagai kalangan. Berdasarkan data Survei Indikator Kesehatan Nasional (SIRKESNAS) tahun 2016, prevalensi merokok secara nasional adalah 28,5% dan menurut kelompok umur, prevalensi tertinggi pada usia 40-49 tahun sebesar 39,5%, sedangkan pada usia muda (<20 Tahun) sebesar 11,1 %, (Kemenkes RI, 2017).

Merokok dan keterpaparan terhadap asap rokok merupakan faktor risiko dari beberapa penyakit tidak menular (PTM). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) tahun 2017 dan 2013, tampak kecenderungan peningkatan prevalensi penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, hipertensi, stroke dan penyakit sendi/rematik/encok. Fenomen ini diprediksi akan terus berlanjut, (Kemenkes RI, 2017). Data The Tobacco Atlas juga menunjukkan kurang lebih sebanyak  600.000 perokok pasif meninggal dan 75% di antaranya adalah perempuan dan anak-anak (Eriksen M et al., 2011 dalam Etrawati et al., 2014). Banyak yang tidak menyadari bahwa bahaya akibat rokok akan berdampak pada kehilangan orang-orang terkasih di sekelilingnya selain kehilangan orang terkasih juga akan berdampak pada kondisi perekonomian keluarga dan negara.

Momentum Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada tahun 2018 ini yang bertepatan dengan bulan suci Ramadhan merupakan waktu yang tepat bagi para perokok untuk mengurangi dan membatasi aktivitas merokok. Puasa adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh umat muslim untuk menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari dan merokok merupakan salah satu perbuatan yang dapat membatalkan puasa. Dengan berpuasa, secara otomatis para perokok sudah terbiasa untuk tidak merokok selama kurang lebih 13 jam dan ikut berpartisipasi dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia.

Perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi kebiasaan yang melekat dalam diri seseorang. Puasa Ramadan dilakukan selama satu bulan penuh, itu berarti para perokok (yang berpuasa) tidak melakukan perbuatan (merokok) secara berulang-ulang selama satu bulan penuh. Diharapkan hal tersebut akan menjadi kebiasaan yang berlanjut walaupun dalam keadaan tidak berpuasa.

Berikut cara dan langkah untuk berhenti merokok di Bulan Ramadhan berdasarkan panduan P2PTM Kemenkes RI=&0=&

=&1=&
Cara kedua: Penundaan, yaitu tundalah saat merokok.
Hari pertama: rokok pertama dihisap setelah =&2=& dari waktu berbuka puasa
Hari kedua: rokok pertama dihisap =&3=&setelah =&4=&dari waktu berbuka puasa
Hari ketiga: rokok pertama dihisap setelah =&5=&dari waktu berbuka puasa
Hari keempat: rokok pertama dihisap setelah =&6=& dari waktu berbuka puasa
Hari kelima dan seterusnya: cobalah untuk berhenti atau dilakukan bertahap selang 2 hari
=&7=&

Apa itu Penyakit Lupus??

Penyakit lupus tergolong penyakit autoimun yaitu gangguan system kekebalan yang terjadi dalam tubuh. System kekebalan tubuh (imun) orang dengan lupus atau biasa disebut Odapus menyerang sel-sel, jaringan dan organ sehat dari tubuhnya sendiri sehingga menyebabkan peradangan kronis. Antibodi pada keadaan nomal berfungsi melindungi diri dari zat asing, namun pada odapus antibody yang terbentuk berlebihan sehingga menyerang dirinya sendiri. read more

Mengenal Lebih Dekat Down Syndrome bersama HMP dan POTADS

Tanggal 21 Maret diperingati sebagai hari Down Syndrome sedunia. Penetapan hari Down Syndrome sedunia dimulai sejak tahun 2006 oleh Lembaga Down Syndrome Internasional dan WHO. Majelis Umum PBB menyatakan secara resmi penetapan hari Down Syndrome pada tahun 2012 melalui resolusi A/RES/66/149. Resolusi tersebut berisi ajakan kepada seluruh organisasi dan lapisan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap Down Syndrome. Departemen PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) HMP memperingati hari Down Syndrome sedunia dengan berkunjung ke sekretariat Yayasan POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) Yogyakarta.

Ibu Sri Rejeki Ekasasi, ketua POTADS wilayah Yogyakarta yang sering disapa Ibu Kiki menyambut kedatangan HMP dengan sangat ramah. Ibu Kiki awalnya tidak menyangka akan menjadi ketua POTADS Yogyakarta karena sudah sekitar 10 tahun meninggalkan Indonesia untuk menuntut ilmu ke negeri Kanguru. Kesulitan-kesulitan diawal berdirinya POTADS Yogyakarta tidak meluruhkan niat para perintisnya. Sejak tahun 2010, POTADS Yogyakarta berjalan hanya dengan 3 orang Ibu yang memiliki anak dengan Down Syndrome dan bertambah 1 ibu lagi di tahun 2011. Waktu itu nama komunitasnya adalah ADSY (Asosiasi Down Syndrome Yogyakarta). Keempat ibu tersebut terus menerus mengajak masyarakat untuk mengenal lebih dekat keberadaan anak-anak dengan Down Syndrome.

Pada tahun 2013 keempat ibu tersebut bergabung dan ikut mengurusi POTADS Yogyakarta dengan persetujuan POTADS Pusat (Jakarta).   Mulai tahun itu pula keempat ibu tersebut setiap tahunnya mengadakan peringatan hari Down Syndrome sedunia di bulan Maret  dan memperingati bulan peduli Down syndrome (Down syndrome awareness month) di bulan Oktober.  Selain itu untuk membangkitkan semangat kebangsaan serta menyadarkan masyarakat bahwa anak Down syndrome juga bisa turut serta mengisi kemerdekaan dengan kemampuan mereka, setiap bulan Agustus POTADS Yogyakarta merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia bersama-sama dengan masyarakat luas.

Setelah hampir 6 tahun, POTADS Yogyakarta kini sudah memiliki lebih dari 50 anggota dan 9 pengurus serta tak terhitung relawan yang membantu menginformasikan tentang Down syndrome dan mengelola kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan Down syndrome. POTADS Yogyakarta juga membantu Dinas Sosial untuk pendataan anak-anak dengan Down Syndrome di sekolah-sekolah inklusi ataupun Sekolah Luar Biasa (SLB) dan secara rutin mengadakan kegiatan yang berkaitan dengan Down syndrome. Bahkan beberapa tahun terakhir, acara peringatan Down Syndrome yang diselenggarakan POTADS Yogyakarta mendapatkan dukungan dari Pemerintah Kota dan Pengageng Puro Pakualaman Yogyakarta.

Apa itu Down Syndrome?

Down Syndrome atau Sindroma Down, dikenal dengan Trisomi 21 merupakan sekumpulan gejala akibat kelainan kromosom yang berlipat 3 pada kromosom ke 21 yang terjadi seluruhnya atau sebagian. Maka dari itu, hari Down Syndrome diperingati setiap tanggal 21 di  bulan Maret. Down Syndrome ditunjukkan dengan adanya gangguan pada kemampuan intelektual dan fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Kemampuan IQ anak Down Syndrome berada dalam rentang 20 sampai 69, yang dapat berbeda berdasarkan tingkat keparahan sindroma yang dimiliki anak. Literatur medis tentang Down Syndrome ditulis pertama kali oleh John Langdon Down sekitar tahun 1860-an, dengan sebutan awal ‘Mongolian’ yang kini menjadi Down Syndrome di ambil dari nama John Langdon Down.

Anak-anak dengan Down Syndrome mengalami banyak gangguan fisik dari tingkat ringan sampai berat. Lebih dari 80% anak-anak dengan Down Syndrome mengalami gangguan atau kehilangan pendengaran. Banyak anak dengan Down Syndrome yang harus menggunakan kacamata sejak usia dini karena menderita katarak dan strabismus (mata juling) yang membutuhkan operasi untuk menurunkan gangguan penglihatannya. Fungsi tiroid juga mengalami penurunan (Hypotyroidism) yang memberikan dampak berkurangnya energi, gagal untuk berkembang, dan gangguan kognitif.

Selain itu, anak akan mengalami ketidakseimbangan 2 tulang belakang teratas yaitu pada leher atau sering disebut Atlanto-axial instability, yang berdampak pada gangguan saraf tulang belakang. Sehingga, anak akan memiliki komplikasi seperti nyeri leher, gangguan pergerakan leher, perubahan gaya berjalan, kehilangan kontrol untuk buang air kecil atau buang air besar, dan anak akan kehilangan keterampilan motorik. Anak dengan Down Syndrome juga mengalami kelemahan otot sehingga sulit untuk mempertahankan posisi tubuh dan mengubah posisi tubuh.

Gangguan yang paling sering terjadi yaitu infeksi saluran pernafasan seperti batuk flu dan lemahnya sistem imun. Gangguan seperti ini dapat menyebabkan anak menjadi kejang bahkan sampai mengalami hipoksia karena kurangnya asupan oksigen ke otak akibat penyempitan jalan nafas sehingga dapat mengancam nyawa.

Bisakah Down Syndrome dideteksi sejak dini?

Down Syndrome dapat dideteksi sejak Ibu hamil pada saat pemeriksaan kehamilan pertama kali di trimester pertama. Pemeriksaan abnormalitas kromosom sering disebut dengan skrining aneuploidi, dapat dilakukan dengan pemerikasaan laboratorium dengan nuchal translucency atau ultrasonografi/USG, pemeriksaan invasif dengan chorionic villus sampling atau amniosintesis, atau pemeriksaan non invasif dengan cell free fetal DNA (cffDNA). Adapun ibu-ibu yang hamil pada usia 35 tahun ke atas berisiko memiliki anak dengan kelainan kromosom.

Apa yang harus dilakukan ketika mengetahui anak mengalami Down Syndrome?

Apabila hasil deteksi kehamilan diketahui anak berpotensi mengalami kelainan kromosom tentu tidak semua orang tua dapat menerima kondisi tersebut. Pemberi layanan kesehatan pada umumnya akan mengembalikan keputusan kepada ibu dan suaminya/wali untuk memilih ‘melanjutkan’ atau ‘mengakhiri’ kehamilan. Pengambilan keputusan dipengaruhi banyak faktor, terutama keyakinan akan takdir dari Tuhan Yang Maha Esa, budaya, pertimbangan kemampuan keluarga untuk menangani kondisi kesehatan dan gangguan pada anak yang pasti akan terjadi di masa depan.

Pemberi layanan kesehatan akan mengalami dilema etik untuk mengambil keputusan apakah akan mengakhiri atau melanjutkan kehamilan ibu. Oleh karena itu penting untuk memberikan informasi dengan sebenar-benarnya dan memberikan ruang kepada keluarga untuk berbagi pengalaman kepada orangtua dari anak-anak lainnya dengan Down Syndrome. Disinilah peran penting pemberi layanan kesehatan dan POTADS untuk memberikan dukungan informasi dan sosial yang sering kali tidak didapatkan.

Apabila anak diketahui mengalami Down Syndrome setelah kelahiran, pada umumnya keluarga akan mengalami penolakan. Ibu sering kali dijadikan pelampiasan kekecewaan akan hadirnya anak Down Syndrome, bagaimana merawat kesehatan anak yang buruk ditambah lagi rasa malu karena harus menerima stigma negatif dari keluarga dan masyarakat.

Penolakan demi penolakan yang diterima anak Down Syndrome dimulai dari orangtua, saudara, keluarga besar, masyarakat yang sering kali memberikan tatapan atau mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati, seakan-akan anak Down Syndrome tidak mengerti maksud ucapan tersebut. Dampaknya, anak Down Syndrome akan menjadi tidak percaya diri dan terkurung dalam kehidupan yang kelam, karena sebagian keluarga menyembunyikan kehadiran anak karena malu. Padahal anak butuh untuk terapi rutin agar menjaga kemampuan motorik, anak butuh dukungan kepercayaan bahwa anak mampu untuk berkembang meskipun butuh waktu dan usaha yang lebih banyak.

Dukungan apa yang dapat kita berikan pada anak-anak Down Syndrome?

Anak Down Syndrome juga manusia yang sama seperti anak-anak lainnya. Anak Down Syndrome tidak mampu berbahasa sebaik anak yang lain bukan berarti tidak memahami bahasa kita dan bukan berarti anak tidak memiliki perasaan tersakiti dan marah. Hal yang perlu menjadi kesadaran bahwa anak Down Syndrome tidak pernah menginginkan untuk terlahir dengan semua keterbatasannya.

Mirza, anak Down Syndrome yang berusia 21 tahun dan pada tahun ini akan menyelesaikan pendidikan SMA nya di salah satu sekolah inklusi Yogyakarta. Mirza menyampaikan pesannya kepada masyarakat untuk berhenti menghina mereka karena itu menyakiti hatinya. Mirza mengatakan bahwa dia berkeinginan untuk lanjut kuliah, namun di Indonesia tidak ada atau belum ada Universitas yang mau menerima anak-anak seperti dirinya. Mirza ingin membuka lapangan pekerjaan yang mampu menampung anak-anak Down Syndrome.

Mirza menunjukkan keinginannya dengan terus berkarya dan mengasah kemampuannya. Kini Mirza memiliki kemampuan untuk menari, menggambar dan melukis, merakit robot/mainan dari kardus dan barang bekas, dan bahkan memasak. Mirza seperti anak-anak Down Syndrome lainnya memiliki kesempatan untuk hidup normal dan berkualitas tapi membutuhkan dukungan dari kita semua.

Mirza beruntung karena memiliki keluarga yang mampu secara finansial dan memberikan dukungan penuh untuk mengaktualisasikan diri. Salah satu dukungan yang diberikan keluarga pada Mirza dan anak-anak Down Syndrome lain adalah dengan dibangunnya Mirza’s House sebagai Down Syndrome Business Development and Training Centre yang akan diresmikan pada 21 Maret 2018. Mirza’s House nantinya akan menjadi sekretariat POTADS wilayah Yogyakarta yang baru dan dapat digunakan untuk semua kegiatan yang mengatasnamakan Down Syndrome.

Dukungan yang diharapkan orang tua dari anak dengan Down Syndrome disampaikan melalui HMP oleh Ibu Kiki, yang diharapkan dapat mewakili harapan orang tua anak-anak dengan Down Syndrome lain. “Memiliki anak dengan Down Syndrome dan semua keterbatasan yang ada biarlah menjadi beban keluarga kami sendiri. Stop menghakimi kami dengan stigma-stigma negatif, stop menghina anak kami dengan tatapan kasihan, jangan usir anak kami, cukup tinggalkan dan diam. Itu saja sudah cukup membantu kami untuk menjaga perasaan anak-anak kami”. Anak-anak Down Syndrome diciptakan Tuhan Yang Maha Esa bersama kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, dan kita harus mampu memunculkan dan mengoptimalkan kelebihan-kelebihan tersebut. Sebagaimana slogan POTADS yang menggambarkan perasaan anak-anak dengan Down Syndrome yaitu “AKU ADA, AKU BISA”.

HMP berharap dengan diperingatinya hari Down Syndrome sedunia memberikan kita kesadaran bahwa anak Down Syndrome bukan anak yang butuh belas kasihan. Anak Down Syndrome butuh kepercayaan dan dukungan sosial dari kita. Mengutip istilah Roem Topatimasang dan Munif Chatib, “setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru”, dan “pendidikan harus mampu memanusiakan manusia”. Maka mari kita menjadi guru bagi anak-anak dengan Down Syndrome yang memanusiakan manusia.

Ditulis oleh: Nurhannifah Rizky Tampubolon

Ketua Departemen Perlindungan Anak

Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)

Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Gadjah Mada

 

 

Sumber bacaan

Bunt, C. W., & Bunt, S. K. (2014). Role of the family physician in the care of children with down syndrome. American Family Physician, 90(12), 851–858.

Faragher, R., & Clarke, B. (2014). Educating Learners with Down Syndrome. New York: Routledge Taylor & Francis Group.

Hens, K. (2018). Chromosome Screening Using Noninvasive Prenatal Testing Beyond Trisomy-21: What to Screen for and Why It Matters. The Journal of Medicine and Philosophy: A Forum for Bioethics and Philosophy of Medicine, 43(1), 8–21. https://doi.org/10.1093/jmp/jhx030

Accessibility Toolbar